Saat menjalankan usaha salah satu metrik paling menakutkan sekaligus penting adalah burn rate. Kalau Anda tidak memantau dan mengendalikannya, cadangan kas bisa habis sebelum bisnis benar-benar matang atau pendanaan baru masuk. Artikel ini akan menjelaskan cara menghitung burn rate, bagaimana menghitung runway, serta strategi praktis untuk menurunkan burn rate tanpa merusak pertumbuhan.
Apa Itu Burn Rate dan Mengapa Penting?
Burn rate adalah jumlah kas bersih yang keluar dari perusahaan dalam satu periode (biasanya per bulan). Untuk pemilik usaha, menghitung burn rate penting karena:
- Menentukan runway (berapa bulan bisnis bertahan tanpa pendapatan tambahan).
- Menjadi alarm dini bagi pengurangan pengeluaran atau kebutuhan pendanaan.
- Membantu mengambil keputusan prioritas: apakah fokus akuisisi pelanggan sekarang atau menekan biaya dulu.
Cara Sederhana Menghitung Burn Rate
Ada dua cara umum untuk menghitung burn rate:
- Gross burn (burn total): total pengeluaran kas per bulan (semua biaya operasional, investasi tunai, pembayaran gaji, sewa, dll.).
- Net burn (burn bersih): kas keluar bersih setelah dikurangi kas masuk dari operasional (pendapatan). Ini biasanya lebih representatif bagi bisnis yang sudah punya revenue.
Rumus sederhana:
Burn rate (per bulan) = (Kas awal periode − Kas akhir periode) ÷ Jumlah bulan
Atau, untuk pendekatan operasional:
Net burn per bulan = Total pengeluaran operasional per bulan − Pendapatan bulanan
Setelah mengetahui burn rate, hitung runway:
Runway (bulan) = Saldo kas saat ini ÷ Burn rate per bulan
Misal kas Anda Rp 600 juta dan net burn per bulan Rp 60 juta, runway = 600 ÷ 60 = 10 bulan.
Cara Menurunkan Burn Rate
Menurunkan burn rate bukan hanya soal memotong gaji—karena pengurangan tajam bisa merusak pertumbuhan. Berikut pendekatan bertingkat yang bisa Anda terapkan:
- Audit pengeluaran cepat: Identifikasi biaya tetap dan variabel. Potong pengeluaran non-esensial (langganan yang jarang dipakai, event besar tanpa ROI).
- Perlambat pengeluaran besar (capex): Tunda pembelian aset non-kritis, lakukan sewa atau leasing jika memungkinkan.
- Optimalkan tenaga kerja tanpa gegabah: Sebelum melakukan PHK, evaluasi redistribusi tugas, kontraktor, atau penyesuaian jam kerja. Fokus pada retaining talenta kunci.
- Negosiasi ulang kontrak: Renegosiasi sewa, kontrak vendor, atau syarat pembayaran agar lebih longgar (mis. perpanjangan tempo).
- Tingkatkan efisiensi pemasaran & sales: Kurangi kampanye berbiaya tinggi yang tidak efektif; fokus pada saluran dengan CAC (cost-to-acquire) rendah dan LTV tinggi.
- Percepat monetisasi: Uji model harga baru, upsell, bundling, atau layanan berlangganan yang bisa menambah recurring revenue.
- Automasi & outsourcing: Gunakan automasi untuk proses berulang dan outsourcing untuk fungsi non-inti agar biaya tenaga kerja turun.
- Perencanaan skenario: Siapkan skenario (best-case, base, worst-case) untuk runway dan rencana tindakan masing-masing—sehingga keputusan saat darurat tidak reaktif.
Monitoring dan Budaya Penghematan
Kuncinya: pantau burn rate setiap minggu atau minimal bulanan, komunikasikan kondisi kas kepada tim inti, dan terapkan budaya “scarcity thinking” yang sehat—yakni fokus pada prioritas berdampak tinggi. Pengambilan keputusan yang disiplin sekarang sering kali menyelamatkan pertumbuhan jangka panjang.
Kesimpulan
Burn rate bukan hukuman; itu alat kontrol. Dengan menghitung burn rate, mengetahui runway, dan menjalankan langkah-langkah penurunan yang tepat, Anda memberi bisnis peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang. Jika Anda ingin bantuan menghitung burn rate dengan akurat, menyusun skenario runway, atau merancang strategi efisiensi yang tidak merusak pertumbuhan—hubungi customer service kami sekarang. Tim duduksantai.id siap membantu menyusun tindakan praktis agar keuangan bisnis Anda lebih sehat dan terukur.